Postingan

Sudah, Cukup 10 Tahun

Cerita ini berawal dari kelas tujuh. Dulu, rasanya WOW kalau ada siswa yang sudah mengerjakan buku paket yang berbahasa inggris dan indonesia padahal materi tersebut belum dipelajari di kelas. Pun begitu yang terjadi, aku tertampar dan dari situ mulai mengejarnya. Usaha itu dilakukan dengan berbagai macam cara. Karena dulu jadi bendahara jadi ada alasan buat SMS-an. Selain itu, aku mencoba menyukai JKT48 dan AC Milan karena beliau mengaguminya. Mulai dari mencari jadwal tampil JKT48, meminta albumnya menggunakan flashdisk, sampai menonton pertandingan AC Milan mensipun dini hari dijabanin.  Singkat cerita kami tidak bersama lagi di kelas delapan dan sembilan tetapi berhubungan melalui SMS masih tetap berlanjut. Perpisahan masa putih biru kami sudah berjanji akan foto bersama tetapi nihil karena aku pulang duluan.  Cerita putih abu-abu dimulai, awal masuk dia nembak dan aku terima tanpa pikir panjang. Pada saat itu pun kami mengikuti ekstrakulikuler ROHIS. Ada acara mabit yang salah sat

Ulasan Buku "Beli Karena Butuh"

Di hari libur ini, aku mau sedikit mengulas tentang buku Beli Karena Butuh yang dikarang oleh Andi Sri Wahyuni, Akt. Pertama kali liat buku ini di Gramedia langsung tertarik karena memang sebelumnya aku masih sering kalap dalam hal berbanja terlebih lagi setelah aku kerja ini. Harga dari buku ini sekitar 50ribuan. Jumlah halaman engga terlalu banyak jadi bisa selesai sekali duduk. Yang membuat aku semangat membaca karena isinya menarik, baik dari segi tampilannya maupun isi materinya. Karena di dalam buku ini banyak kutipan-kutipan yang pas banget. Aku taruy di bawah ini yhaa.  ✓ kebagaiaan yang hakiki tidak didapat dari benda-benda. Semakin sederhana kamu, semakin bahagia kamu.  ✓ kamu tidak perlu dikenal karena apa yang kamu pakai. Nabi Muhammad mencontohkan bagaimana beliau dikenal karena akhlak, kebaikan, dan karya nyatanya dalam berdakwah. ✓ karena bahagian itu kadang, atau lebih seringnya ditemukan dari hal-hal yang tampak begitu sederhana.  ✓ pemeluk islam yang rahmata

Berlibur ke Kota Wisata

Ketika ada satu undangan untuk menghadiri suatu acara, sempatkanlah untuk menemuinya. Mencari waktu dengan menggeser jadwal-jadwal yang telah ditentukan.  Bagi sang pemberi undangan akan rasa tersendiri jika orang yang kita undang datang menyempatkan waktu untu hadir meskipun terkadang kita tidak menghadiri suatu acara karena memang ada acara lain yang dirasa lebih penting. Begitu pun tanggal 12 Oktober 2019. Salah satu pegawai di kantor ini akan melangsungkan resepsi yang pernikahannya yang telah digelar bulan sebelumnya di Jakarta. Beberapa pegawai yang memiliki keinginan berangkat untuk menghadiri acaranya, berangkat bersama hari Jumat menggunakan bus. Keberangkatan kami dimulai pukul 8 malam. Jalan yang kami lalui sebagian besar adalah hutan dan ditambah dengan turunnya hujan yang membuat saya tertidur selama diperjalanan. Sampai-sampai ketika mobil berhenti untuk sekadar meluruskan kaki sopir dan mengisi perut yang keroncongan di kala malam, diri ini masih belum tersadar.

Menjadi Pelancong

Saat ini, aku sedang merantau di Kota Madani, sebutan bagi Kota Pekanbaru. Awalnya kota ini memiliki julukan Kota Bertuah. Dengan alasan agar menjadi lebih luas daripada gelar bertuah. Julukan baru ini bermakna kota yang berisikan masyarakat agamis dan berperadaban, berkualitas, dan berkemajuan. Di kota berasap ini aku tinggal dua bulan jalan. Iya kota berasap. Hampir setiap pagi awan cerah tidak terlihat. Hanya dapat menyaksikan asap tipis yang sekilas tidak terasa baunya. Tapi kalau menjemur baju dari pagi sampe sore, di situlah kita bisa merasakan bahwa asap yang setiap hari dihirup itu berbau. Karena itu juga, kami di sini banyak berdoa meminta hujan pada sang pencipta. Begitu pula ketika kami melakukan shalat Idul Adha bersama di Masjid Agung An-Nur. Saat Bapak Gubernur menyampaikan sambutannya, disisipkan satu ajakan untuk berdoa meminta hujan. Dengan kehendak Sang Pencipta, hari Senin dan Selasa pagi, Kota Madani ini turun hujan. Inilah pertama kalinya aku merasakan huj

YEAAAY!! Normalisasi Fitur Platform Media Sosial dan Pesan Instan

Jadi gaes, beberapa hari belakangan ini ada beberapa hal yang tidak bisa kita lakukan. Kita ga bisa mengirim gambar, video, bahkan nerima itu. Hal ini terjadi sebagai bentuk pembatasan sebagian fitur platform media sosial karena ibu kota sedang tidak kondusif sebagai efek dari demonstrasi 22 Mei. Hal ini dilakukan agar tidak tersebar banyak hoax di kalangan masyarakat karena di Indonesia sendiri masih banyak orang tidak bertanggung jawab menyebarkan info yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya (hoax) dan sebagai rakyat yang tidak mengetahui mana yang benar dan yang salah akan percaya hoax itu.  Nah, pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika merasa bahwa kondisi sudah kondusif maka pada hari Sabtu pukul 13.00 WIB pemerintah melakukan normalisasi pembatasan sebagian fitur platform media social dan pesan instan. Dengan normalisasi ini, fitur pengiriman dan menerimaan video/gambar dapat dilakukan dengan lancar.  Selain itu, ketika terjadi pembatasan s

Kuliah 1 Tahun? Gimana Rasanya?!

Masuk kuliah adalah saat yang ditunggu-tunggu bagi saya. Mengapa? Karena saya penasaran bagai mana kehidupan saat seseorang sedang berkuliah yang pada umumnya berada di perantauan. Seseorang kuliah di tempat yang sama dengan tempat tinggalnya bukanlah masalah. Hanya saja dalam pikiran saya itu yang terpikirkan. Hidup jauh dari orang tua, saudara, juga teman-teman putih abu-abu. Jika biasanya ada orang di sekitar kita sakit, kita masih mudah untuk mengunjunginya. Jarak keduanya dekat. Namun, bagai mana jika kita atau saudara kita sakit dan kita sedang di luar kota untuk menempuh langkah dalam kehidupan untuk menggapai masa depan yang lebih cerah? Saya merasakan itu dan rasnya cukup sulit. Dengan diterimanya saya berkuliah di daerah Tangerang Selatan mengharuskan saya untuk menyewa indekos di sekitar sana. Dengan begitu akan menambah pengalaman saya sebagai mahasiswa. Pengalaman yang mana saya harus menyiapkan segalanya sendiri. Yang jelas, harus menyiapkan untuk makan sendiri,

Ramadhan Kedua di Perantauan

Ramadhan merupakan bulan yang sangat mulia dari seluruh bulan yang ada. Di tahun 1440 H ini merupakan kali keduanya saya menjalani Ramadhan di perantauan. Tahun lalu saya melakukannya di Bintaro, Tangerang Selatan ketika masih kuliah. Tahun ini saya melakukannya di Jakarta Timur, lebih khususnya lagi di Jatinegara. Ramadhan tahun ini rasanya benar-benar berbeda. Tidak dikelilingi oleh keluarga dan sanak saudara merupakan hal yang paling utama.  Lalu, yang tidak kalah pentingnya juga makanan yang ada itu tidak seperti makanan rumahan. Terkadang saya membeli atau masak yang hanya ala kadarnya. Rasanya ingin sekali masak seperti di halnya dj rumah. Namun keinginan itu belum memungkinkan untuk dicapai karena berbagai hal.